Bicara tentang Ganjar Pranowo, tak bisa dipisahkan dari PDIP dan Bu Mega. Ganjar bisa menjadi Gubernur dua periode, tak bisa dilepaskan dari peran Bu Mega. Sayangnya, Ganjar bersiap menjadi tokoh Malin Kundang di era modern.
Tahun 2013 Ganjar adalah anak bawang. Elektabilitasnya untuk maju sebagai Gubernur Jawa Tengah kata Bambang Pacul kurang dari 3%. Sangat rendah. Saat itu tidak ada yang kenal Ganjar. Dia adalah politisi di Senayan. Sama sekali tidak paham persoalan rakyat di desa-desa Jawa Tengah.
Bu Mega sebagai seorang ibu, ingin semua anak asuhannya tumbuh menjadi mulia. Sebagai trah Soekarno, Bu Mega dari dulu selalu tulus berkorban tanpa pamrih. Bu Mega membesarkan PDIP dengan seluruh pengorbanan jiwa raga. Kader-kader muda diasuh, dibimbing dan didukung untuk mendapatkan tempat yang martabat.
Pada pilkada 2013, Bu Mega mendukung penuh Ganjar untuk maju jadi Jateng 1. Bahkan Puan Maharani yang paling disayanginya, ditugaskan sebagai panglima perang untuk memenangkan Ganjar. Sebuah pengorbanan tanpa batas.
Ganjar melawan tokoh berpengalaman, petahana Bibit Waluyo. Mustahil Ganjar mampu mengalahkan Bibit Waluyo saat itu tanpa dukungan Bu Mega, Mbak Puan, dan PDIP. Tak mungkin. PDIP patuh menjalankan perintah Bu Mega.
“Menangkan Ganjar di Jawa Tengah!” Itulah perintah Bu Mega. Sebuah pengorbanan tanpa pamrih untuk anak asuhnya, Ganjar Pranowo. Dan semua patuh pada perintahnya.
Waktu akhirnya menjawab cita-cita Bu Mega untuk mewujudkan derajat mulia pada Ganjar. Akhirnya Ganjar menjadi Gubernur Jawa Tengah. Bukan hanya sekali, tapi dua kali. Bu Mega selalu mendukung sepenuhnya.
Bu Mega bahkan selalu mendukung Ganjar selama menjalankan tugas sebagai Gubernur Jawa Tengah. Sebagai ibu, tentu dia selalu mengingatkan agar Ganjar fokus dulu memajukan Jawa Tengah. Saat ini Jawa Tengah salah satu provinsi miskin di Indonesia bahkan termiskin di Pulau Jawa.
“Mas Ganjar fokus benahi kemiskinan Jawa Tengah dulu”, Bu Mega menasehati. Jangan bermedsos dulu untuk kampanye presiden. Jangan dulu sibuk kampanye menggalang para relawan. Jangan mendahului keputusan PDIP menentukan Calon Presiden 2024. “Ojo kemajon”, pesan disampaikan Bu Mega untuk Ganjar.
Sayang ternyata Ganjar membangkang. Dia zig-zag tidak mau patuh pada Bu Mega. Pesan dan nasehat seorang ibu, dibalas oleh Ganjar melalui para relawannya: lawan dan kudeta Mega dari kepemimpinan PDIP. Ganjar memberi reaksi perlawanan terhadap pesan Bu Mega.
Gaung untuk menggantikan Bu Mega sebagai Ketua Umum PDIP digemakan. PDIP sebaiknya dipimpin oleh Jokowi. Nanti jika Ganjar jadi Presiden tongkat estafetnya akan diambil-alih Ganjar. Gema untuk menggantikan Bu Mega di PDIP nyaring dan berisik ramai di media.
Trah Soekarno di PDIP oleh para relawan Ganjar ingin dihentikan tanpa rasa sungkan sama sekali. Kepemimpinan Bu Mega ingin dicukupkan di sini. Sekarang eranya Ganjar Pranowo. Pesan itu yang digaungkan oleh relawan Ganjar. Mereka sangat pede dengan hasil survei. PDIP dan Bu Mega dipaksa tunduk pada Ganjar karena hasil survei tinggi.
Ganjar Pranowo telah lupa dengan pengorbanan besar Bu Mega dan PDIP. Hasil survei dari lembaga survei yang banyak diantaranya berbayar telah membuat Ganjar besar kepala. Belum tentu hasil survei itu benar. Tapi Ganjar telah besar kepala mulai berani melawan ibu asuhnya sendiri. Ia, ibarat kacang lupa pada kulitnya.
Ganjar ibarat Malin Kundang yang durhaka pada ibu yang telah membesarkannya. Puja-puji dari lembaga survei bayaran membuat Ganjar lupa diri dan tega hati. Bila ia nekat dan tak berhenti mengerem egonya, suatu hari nanti, kita akan mengingatnya sebagai Malin Kundang di Era Modern. (penulis : Suluh Jagad), (foto : instagram @ganjar_pranowo)