Pekalongan – David Santosa S.E., S.H. (cdd), C.P.T., anggota Ormas Setya Kita Pancasila DPW Jawa Tengah dan Paralegal dari kantor Hukum Sugiyono S.E., S.H., M.H. & Rekan, mengunjungi rumah seorang korban perkosaan di Kota Pekalongan. Korban, seorang anak perempuan berusia 14 tahun dari Kecamatan Pekalongan Timur, mengaku telah mengalami pemaksaan persetubuhan sebanyak 18 kali oleh pelaku berinisial AR, yang juga berusia 14 tahun.
Menurut pengakuan korban, kejadian tersebut berlangsung sejak tahun lalu hingga September 2024. Korban, yang masih duduk di bangku kelas 9 SMP, mengaku tidak dapat mengingat kapan peristiwa pertama terjadi. Ia mengungkapkan bahwa setiap kali menolak, ia diancam akan dipukul, sehingga merasa terpaksa untuk menuruti kehendak pelaku. Puncak dari kejadian tersebut terjadi pada malam Sabtu, ketika korban dijemput oleh Alam dan dibawa ke lokasi yang dikenal sebagai Bong Cino.
Di sana, dua teman pelaku, berinisial A (24) dan berinisial F (20), turut memaksa korban untuk melayani pelaku. Korban akhirnya melaporkan kejadian tersebut kepada teman-temannya, yang kemudian menjebak pelaku pada hari Senin, 16 September.
Dalam insiden tersebut, terjadi pertengkaran antara pelaku dan korban yang dibantu oleh teman-temannya. Warga setempat dan seorang anggota Brimob berhasil mengamankan pelaku dan menyerahkannya ke Polres Pekalongan. Ketiga pelaku kini berada dalam tahanan pihak kepolisian.
David Santosa, yang merasa terpanggil untuk membantu, memberikan pendampingan hukum kepada keluarga korban. Ia menjelaskan bahwa sebagai paralegal, ia hanya dapat memberikan bantuan dalam bentuk non-litigasi. Setelah berkas kasus diserahkan ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan, tugasnya akan selesai.
Sementara itu, pihak kepolisian Reskrim unit IV Polres Pekalongan belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena Kanit IV sedang tidak berada di kantor. David berencana untuk bertemu dengan Kanit unit IV PPA, untuk melaporkan bahwa ia telah menerima Surat Kuasa Khusus untuk mendampingi korban dan keluarganya.
Pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat 1 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
Keterangan tambahan menyebutkan bahwa ayah korban, yang bekerja sebagai penjaja es krim, kini terpaksa bekerja sebagai pembantu tukang batu akibat sepinya penjualan.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan aktivis hukum di Pekalongan, yang berharap agar keadilan dapat ditegakkan bagi korban.