Syawalan Keluarga Besar Trah Alm. Joyo Marji dan Alm. Mbah Wito: Tradisi yang Terus Berkembang

Bantul – Tradisi syawalan di bulan Syawal masih menjadi bagian penting dalam budaya masyarakat Jawa. Acara ini bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan antaranggota keluarga, tidak hanya dalam lingkup keluarga inti tetapi juga melibatkan sanak saudara yang memiliki satu garis keturunan dari nenek moyang yang sama.

Namun, di tengah kesibukan masyarakat modern, jumlah anggota keluarga yang menghadiri acara syawalan cenderung mengalami penurunan. Oleh karena itu, pengurus trah terus berupaya menarik minat anggota keluarga untuk tetap berpartisipasi dengan melakukan berbagai inovasi dalam pengelolaan acara, termasuk perubahan manajemen dan penambahan variasi acara.

Salah satu pengurus syawalan trah, Ketua Dopper Shooting Club yang juga Direktur Kantor Eshar & Rekan, Yusuf Randue, S.H., mengungkapkan bahwa tahun ini merupakan kali pertamanya ikut serta dalam penyelenggaraan syawalan Trah Alm. Joyo Marji dan Alm. Mbah Wito. Ia menyebutkan bahwa ada perubahan konsep dalam acara syawalan, baik dalam kemasan maupun dalam berbagai aspek lainnya. “Ada perbedaan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang masih dikelola oleh para orang tua,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Rendi, konsep acara syawalan kali ini dibuat lebih santai dengan sentuhan anak muda. Dari segi dekorasi dan penataan properti, acara ini dikemas lebih gemerlap dan cerah, menyesuaikan dengan perkembangan zaman. “Kami mencoba mengikuti perkembangan agar lebih menarik bagi generasi muda,” katanya.

Perubahan juga terlihat dalam aspek konsumsi. Jika sebelumnya makanan disiapkan secara tradisional oleh anggota keluarga, kini seluruh hidangan seperti soto, gorengan, dan es dipesan dari luar. “Ini lebih efisien dan tidak merepotkan dibandingkan cara lama di mana orang tua kita memasak sendiri,” jelasnya.

Dari segi susunan acara, menurut Jumirin, tidak ada perubahan signifikan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada para sesepuh. Namun, ada penyegaran dalam pemilihan pembawa acara (MC) yang kini menggunakan bahasa Indonesia dengan gaya yang lebih santai. “Dulu MC selalu menggunakan bahasa Jawa halus, sehingga sebagian besar generasi muda kurang memahami,” ungkapnya.

Dalam hal hiburan, acara syawalan kali ini menghadirkan musik dangdut dan pop yang lebih kekinian, sehingga anggota keluarga bisa turut bernyanyi dan menikmati suasana lebih santai dan akrab. “Musik sekarang lebih asyik, semua bisa ikut bernyanyi bersama. Pokoknya seru,” tambahnya.

Jumirin berharap tradisi syawalan trah tetap dilestarikan karena menjadi momen penting untuk mempererat hubungan keluarga yang jarang bertemu. “Ini adalah tradisi yang harus dijaga, agar silaturahmi keluarga tetap terjalin,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan