Boyolali – Ratusan kyai dan pengasuh pondok pesantren di Boyolali secara resmi mendeklarasikan berdirinya formatur kepengurusan Perkumpulan Pimpinan Daerah Perjuangan Walisongo Indonesia (PD-PWI). Deklarasi dilakukan setelah para kyai dan pengasuh pondok pesantren mencapai kesepakatan bersama dalam musyawarah yang diadakan di Desa Jambukulon, Mojosongo, Boyolali, Kamis (23/5).
Selain pembentukan pengurus Pimpinan Daerah PWI, formatur yang diketuai oleh pengasuh Pondok Pesantren Ijazul Quran Sawit, Boyolali, KRT. KH. Joko Parwoto, S.T, Al Hafidz, juga akan menyusun pengurus Pimpinan Cabang (PC) di 22 kecamatan se-Kabupaten Boyolali, ujarnya.
“Beserta sebelas divisi atau lembaga yang ada di dalamnya seperti Lembaga Pakar dan Keilmuan, Lembaga Pendidikan dan Dakwah, Lembaga Situs dan Sejarah, Lembaga Organisasi dan Kaderisasi, Lembaga Seni dan Budaya, Lembaga Pemberdayaan Ekonomi, Lembaga Media dan Informasi, Lembaga Hubungan Masyarakat, Lembaga Hukum, Lembaga Pemberdayaan Perempuan, dan Lembaga Laskar Sabilillah,” imbuh KRT. KH. Joko Parwoto, S.T dalam keterangannya.
KH. Joko Parwoto menambahkan, Perkumpulan Perjuangan Walisongo merupakan wadah jam’iyah diniyyah islamiyyah ijtima’iyyah atau perkumpulan sosial keagamaan Islam, yang mengakomodir kearifan lokal seni budaya dan ekonomi untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan identitas bangsa, serta kemuliaan harkat martabat manusia.
Tujuan dibentuknya wadah perkumpulan tersebut adalah untuk melanjutkan ajaran Islam yang menganut faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagaimana yang telah didakwahkan oleh Walisongo, untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang bermartabat dan berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan, kerukunan umat manusia, serta terciptanya rahmat bagi semesta alam.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Perkumpulan Perjuangan Walisongo Indonesia berasas kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Akomodir kearifan lokal seni budaya dan ekonomi yang tertuang dalam anggaran dasar merupakan wujud kepedulian perkumpulan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai karakter dan jati diri bangsa sebagaimana yang pernah diajarkan dan ditinggalkan oleh para Walisongo.
Sebagai penerus dan pengikut ajaran Walisongo, PWI berkewajiban menjaga dan melestarikannya. Tidak hanya di bidang dakwah, sosial, dan pengembangan ekonomi, namun budaya dan kearifan yang pernah ditinggalkan oleh Walisongo senantiasa juga akan dijunjung tinggi.
KH. Joko Parwoto menambahkan, akhir-akhir ini banyak terjadi isu pembelokan sejarah leluhur Nusantara. Apabila hal tersebut tidak dijaga dengan baik, niscaya kita akan kehilangan sejarah luhur bangsa. Generasi penerus akan kehilangan karakternya sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan budi pekerti. Mereka tak lagi paham dengan jati dirinya, budayanya, dan kearifan para leluhur.
Oleh karena itu, dengan terbentuknya pengurus Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang di Boyolali, KRT. KH. Joko Parwoto, S.T, Al Hafidz berharap PWI mampu memberikan kontribusi pada upaya pelestarian budaya dan kearifan, serta menumbuhkan kembali syiar-syiar seperti yang pernah dilakukan oleh para wali. “Semua bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat, kemajuan identitas bangsa, dan kemuliaan harkat martabat bangsa,” tukasnya.
Direncanakan setelah terbentuknya seluruh susunan pengurus Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang, PWI Boyolali akan melakukan pelantikan sebagaimana yang diatur dalam AD/ART Perkumpulan Perjuangan Walisongo Indonesia.
Pembentukan pengurus PD dan PC PWI Boyolali memperoleh apresiasi dari pengasuh pondok pesantren Kyai Ageng Selo, Klaten, Raden Tumenggung Kyai Sarwoko Rekso Pujodipuro yang juga abdi dalem ulama Keraton Kasunanan Surakarta. Pembentukan pengurus PWI merupakan langkah maju upaya pelestarian budaya Islam berikut dengan kearifannya. Sebab banyak sekali budaya peninggalan para wali yang saat ini sudah banyak dilupakan, baik sejarah maupun peradabannya, bahkan diakui oleh bangsa lain.
Jika kita sebagai penerus tidak berusaha melindungi dan melestarikannya, dikhawatirkan budaya yang pernah ada dan ditinggalkan kelak hanya akan menjadi dongeng cerita saja, pungkasnya.