Mahasiswa Akademi Bela Negara NasDem Menyambut Hari Sumpah Pemuda Ke-89

Yusadar Waruwu, S.Pd. Mahasiswa Akademi Bela Negara NasDem
Yusadar Waruwu, S.Pd.Mahasiswa Akademi Bela Negara NasDem

Nias,Kabarjoglo.com-Sesaat lagi kita akan memperingati kembali hari Sumpah Pemuda yang ke-89. Sumpah Pemuda mengingatkan kita pada peran penting dari perjuangan pemuda-pemudi bangsa Indonesia untuk merebut kedaulatan dari para kolonialisme dan telah menjadi tonggak utama kemerdekaan. Beberapa tahun setelah kelahiran kesadaran nasional pada 20 Mei 1908 yang dikenal dengan “BudiUtomo”, kaum muda saat itu telah berhasil menemukan satu konsep yang paling penting untuk meraih kedaulatan bangsa dari pengalaman perjuangan masa lalu yang dilakukan oleh para leluhur kita yang hanya masih membela atau mempertahankan kerajaan-kerajaan, pulau-pulau atau suku-sukunya masing-masing dari kolonialisme. Kaum muda melihat bahwa sistem pembelaan dan pertahanan yang dilakukan oleh masing-masing suku atau masing-masing pulau dinilai kurang masksimal untuk mengusir para kolonial dari bumi pertiwi ini. Kaum muda menyadari bahwa kita tidak akan pernah bisa meraih kedaulatan itu sepenuhnya jika masih dikotak-kotakkan dengan perbedaan suku dan pulau.

Tepatnya 28 Oktober 1928, pemuda-pemudi Indonesia menggagas sebuah konsep baru yang menghantarkan Indonesia pada sebuah kemerdekaan. Gaung ini terdengar keras dan membakar semangat nasionalisme dan patriotisme seluruh masyarakat di seluruh pelosok Nusantara. Konsep ini akhirnya dirumuskan dan diikrarkan menjadi sebuah sumpah yang sampai saat ini dikenal dengan “Sumpah Pemuda” yakni (1) KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA, (2) KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA (3) KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA.

Bacaan Lainnya

Lahirnya sumpah pemuda ini kemudian menyatukan seluruh nusantara sebagai bangsa “Indonesia”. Nusantara menjadi satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa. Sumpah pemuda juga membentuk para pemuda Indonesia sebagai barisan yang kuat untuk merebut kemerdekaan. Para pemuda Indonesia menyatu dengan semangat yang senada. Pemuda Indonesia bergerak satu dalam kesatuan dan satu tujuan untuk mengusir para kolonialis dan merebut kemerdekaan. Semangat nasionalisme pemuda Indonesia dari seluruh pelosok tanah air semakin berkobar dan membara di dada. Semangat memperjuangkan kemerdekaan tidak bisa dibendung. Hidup atau Mati, adalah semboyan yang sudah tertanam dalam diri pemuda-pemudi Indonesia. Tetesan keringat, darah, air mata bahkan nyawa adalah pengorbanan yang telah diberikan oleh pemuda-pemudi Indonesia. Sumpah pemuda menjadi kristalisasi semangat seluruh pemuda Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.

Betapa besarnya, peran para pemuda dalam merebut kemerdekaan. Pemuda telah memberikan kita suatu makna yang penting untuk menyadari berdirinya sebuah bangsa Indonesia yang semula berawal dari perjuangan suku-suku dan pulau-pulau yang berbeda. Melalui sumpah pemuda akhirnya perjuangan yang datang dari perbedaan ini menyatu dalam perjuangan pembelaan terhadap tanah air hingga berdirilah suatu bangsa yaitu bangsa Indonesia.

Kolonel (Purn) Eusebio H. Rebello, SekretarisUtama (Settama) Akademi Bela Negara (ABN) Partai NasDem pernah mengungkapkan bahwa “Indonesia lahir dari persamaan perasaan yang hendak hidup untuk bersatu sebagai satu bangsa”. Istilah ini diperkenalkan oleh Eusebio H. Rebello pada sesi mata kuliah “Keharmonisan dalam keragaman” di Balai Pendidikan ABN Partai NasDem pada 24 Oktober 2017. Kalimat ini menjelaskan bahwa Indonesia lahir dari keragaman yang tidak menolak perbedaan antara satu dengan yang lain. Mereka justru memiliki perasaan yang sama untuk hidup bersama dalam satu kesatuan. Perbedaan dapat disatukan menjadi satu kekuatan besar yang memudahkan mereka untuk menjadikankita sebagai bangsa yang berdaulat. Kedaulatan itu kini telah menjadi hak dan warisan mereka kepada kita saat ini.

Namun beberapa dekade terakhir, masih terdapat masyarakat yang kurang memberikan pengakuan dan penerimaan terhadap perbedaan ini. Solidaritas antara perbedaan belum bisa sepenuhnya ditunjukkan. Hal ini dibuktikan dengan muncul nya konflik pada beberapa wilayah di Indonesia yang diakibatkan oleh perbedaan agama, suku, golongan dan sebagainya. Sebagai contoh, dikutip dari Gigihweb.id adalah Kerusuhan di kota Poso, Sulawesi Tengah yang merupakan konflik sosial di antara umat Islam dan Nasrani. Kerusuhan poso I terjadi antar tanggal 25 sampai 29 Desember 1998, Poso II terjadi antar tanggal 17 sampai 21 April 2000, sementara pada Poso III terjadi antar tanggal 16 Mei sampai 15 Juni 2000. Konflik antar agama selanjutnya adalah di kota Situbondo Jawa Timur, pada tanggal 10 Oktober 1996. Peristiwa ini terjadi dan dilatarbelakangi oleh sebab tidak puasnya kasus hukum yang menimpa salah satu orang penghina agama Islam. Sedangkan konflik lain yang dipicu karena perbedaan suku dikutip dari Raparapa.com adalah konflik Flores Timur yang pernah dibanjiri dengan kekerasan yangakhirnya terjadi perang antar suku. Ini semua berawal dari sengketa tanah. Dua Desa di Lewolema saling perang dan mengakibatka dua orang harus dirawat di rumah sakit. Contoh lain adalah konflik Sigi di kabupaten yang berada di Sulawesi Tengah. Dan di tahun 2012 lah Sigi pernah mengalami perang antar suku. Di perang itu dua desa saling bentrok. Akhirnya 15 rumah di Kecamatan Marowala Sigi terbakar. Belasan warga juga terluka.

Soekarno pernah berkata dalam pidatonya memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke dua puluh delapan. “Barangsiapa yang saat ini membangkitkan kembali ide kepulauan, ide provincialisme dan ide federalisme orang itu adalah seperti orang yang menggali kuburdan mencoba mengidupkan kembali tulang dari orang yang dikuburkan 28 tahun lampau!”. Pesan ini menjelaskan bahwa para founding fathers kita tidak mengharapkan ide-ide perpecahan yang mengkotak-kotakankita dalam perbedaan. Bahkan Soekarno mengganggap itu sebagai sikap yang mencoba menggali kembali kuburan para pemuda-pemudi Indonesia yang telah berikrar pada sumpah kesatuan. Beliau menegaskan kepada kita untuk tidak sekali-sekali memunculkan ide kepulauan, ide provincialisme dan ide federalism itu, sebab jika hal ini terjadi sama halnya kita telah membangkitkan tulang-tulang dan amarah leluhur kita yang telah dikuburkan 89 tahun yang lampau.

Generasi muda adalah harapan dan masa depan bangsa. Bangsa ini akan maju apabila para pemuda nya memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan sikap toleransi yang menghargai dan mengakui pluralisme atau perbedaan yang ada. Suatu bangsa akan maju jika para pemudanya memelihara kedamaian dan keadilan. Jika dilihat dari kuantitas pemuda memiliki populasi yang cukup banyak sekitar 24,5% dari total jumlahpenduduk Indonesia yang mencapai 252 juta orang (BPS, 2014) seperti dilansir dari Surabayaonline.co. Ratio yang cukup besar ini sesungguhnya menjadi kekuatan besar untuk memajukan Indonesia. Soekarno pernah menyampaikan bahwa “camkanlah kata-kata saya ini, dari sepenuh hatiku saya anjurkan, cintailah dan majukanlah di segala lapangan di daerah mu masing-masing. Tetapi jangan lupa bahwa di daerahmu masing-masing itu adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh yaitu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan bahasa Indonesia”. Soekarno memiliki kerinduan pemuda generasi saat ini ikut berpatisipasi dalam mempertahankan keutuhan dan kesatuan bangsa serta ikut serta dalam memajukan Indonesia untuk bisabersaing di kancah internasional. Maksud lain juga yang diharapkan oleh Soekarno adalah sikap toleransi pemuda menghargai perbedaan. Membangun daerah masing-masing tanpa mendiskriminasikan diri ataupun sebaliknya mendiskriminasikan kelompok lain atas dasar perbedaan.

Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh pada Perayaan Natal di Gelanggang Olahraga Oepoi, Kupang, Nusa Tenggara Timur (10/01/2015). Surya Paloh atau yang sering disebut Bapak Restorasi ini mengajak seluruh umat untuk menjaga pluralisme agar terciptalah kedamaian. Pluralisme adalah hal yang harus dihargai dan diterima sebagai warga Negara Indonesia yang berideologi pancasila. Sikap pluralisme dan toleransi terhadap perbedaan mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Pemuda diharapkan tidak lagi menghabiskan energy untuk memperdebatkan perbedaan. Sehingga focus membangun Indonesia bisa diwujudkan. Terlebih-lebih dalam menghadapi dinamika bangsa di zaman modern saat ini, yang sangat berpotensi akan terjadi perang non-konvesional atau perang yang tidak menggunakan kekerasan. Perang ini bisa berupa perang ideology, perang dagang, perang mata uang dan perang cyber atau proxy war. Proxy war atau perang cyber ini bentuk modus perang baru yang menghindari system konfrontasi yang berkonspirasi jahat melakukan pemecahan suatu golongan atau pun bangsa. Sistem doktrinisasi dilakukan melalui media social dan dominan menyerang para kaum muda yang melek terhadap teknologi.

Pemuda juga diharapkan dapat memperbaiki etos kerja yang mumpuni sehingga bisa bersaing dengan dunia internasional. Dalam perkembangan globalisasi, sumber daya manusia sangat diperlukan untuk tidak tertinggal dengan Negara-negara lain. Pemuda harus mampu membangunkan kembali naluri-naluri yang telah tertidur demi keutuhan NKRI. Semangat bela Negara harus terus digaungkan, semangat kerjasama dan gotong royong terus dipelihara dan terus menjujung tinggi sikap menghormati terhadap jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang memberikan kita kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia yang berdaulat.

Sumber:

Yusadar Waruwu, S.Pd.
Mahasiswa Akademi Bela Negara NasDem
Ketua DPC Partai NasDem Kecamatan Somolo-Molo, Kabupaten Nias (Sumut)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan