WONOGIRI – Yulius Pujiono (40) warga Selorejo RT 04 RW 01 Sirnoboyo, Kecamatan Girowoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tak mengira dirinya bakal menjadi relawan pemakaman jenazah Covid-19. Perasaan takut pun sempat menghinggapinya.
Pasalnya, menjadi seorang relawan apalagi dalam urusan pemakaman jenazah Covid-19 merupakan pengalaman pertama kalinya dalam sejarah hidupnya. Apalagi dia ditunjuk menjadi relawan secara mendadak.
Pujiono mengatakan bahwa dia mendadak menjadi relawan bermula ketika saudaranya meninggal akibat terpapar Covid-19. Untuk memakamkan secara protokol kesehatan Covid-19, dibutuhkan tenaga atau relawan yang siap. Pasalnya, di dusun setempat belum ada relawan.
Namun bukan hal mudah mencari relawan yang siap ‘luar dalam’ untuk memakamkan jenazah Covid-19. Butuh nyali dan keberanian untuk menjadi relawan. Dari sini, permasalahan pun muncul
Pihak Rukun Tetangga (RT) setempat kesulitan mencari relawan. Tak ada satu pun warga yang berani menjadi relawan pemakaman jenazah Covid-19. Padahal warga Dusun Selorejo memiliki 200 KK (kepala keluarga).
“Saat itu Ketua RT menunjuk warganya untuk jadi relawan tapi nggak ada yang mau. Akhirnya saya yang ditunjuk. Ya dengan sedikit terpaksa saya mau jadi relawan,” kata Pujiono
“Sebelumnya selama enam jam mencari relawan, tak satu pun warga ada yang mau. Akhirnya ada tujuh orang, termasuk saya menjadi relawan pemakaman jenazah,” katanya.
Pria yang akrab disapa Puji itu mengatakan dirinya sudah standby berada di tempat permakaman Tukluk Sari, Simoboyo, Giriwoyo, sejak pukul 06.00 WIB, Sabtu (17/7). Karena menunggu kedatangan jenazah yang cukup lama, Puji pun terpaksa tidur di kuburan (area permakaman).
“Saya jam 6 pagi sudah di kuburan, karena semalaman nggak tidur dan ngantuk kemudian saya tidur di kuburan. Sekitar jam 10 jenazahnya baru datang,” ujar Puji.
Dia mengatakan jika perasaannya bercampur aduk saat hendak tidur, karena dihinggapi rasa takut dan bayangan aneh-aneh. Bagaimana tidak, untuk kali pertama terpaksa tidur di atas petilasan makam yang berdekatan dengan makam yang telah digalinya, hanya berjarak sekitar 5 meter.
“Ngeri bayangne nak ono sing tangi moro sak durunge merem piye (ngeri membayangkan jika ada yang bangun mendekati sebelum memejamkan mata bagaimana),” katanya.
“Tapi aku iso turu kepati.Tapi pas tangi nggragap (tapi saya bisa tidur pulas, tapi ketika bangun kaget),” katanya. Namun demikian, dia mengaku tidak ada hal yang menyeramkan yang dialaminya selama beraktivitas hingga tertidur di area permakaman.
Puji mengatakan jika dirinya tetap berbangga hati menjadi relawan pemakaman jenazah Covid-19. Karena dia merasa bisa membantu tanpa pamrih terhadap masyarakat khususnya warga di desanya yang sedang mengalami kesusahan saat kehilangan kerabat keluarga akibat Covid-19.
“Saya senang saja bisa jadi relawan (pemakaman jenazah Covid-19). Ya karena bisa menolong warga yang sedang kesusahan jika ada keluarganya yang meninggal karena Covid-19,” tutupnya.
sumber : Inewsjateng