Solo, Kabarjoglo.com – World Dance Day (WDD), 24 Jam Menari ISI Surakarta pada tahun 2023 telah menginjak usia ke 17 tahun. Sempat tertatih pada 3 tahun terakhir penyelenggaraannya karena Pandemi. Berkrompomi dengan situasi saat itu, penyelenggaraan tahun 2020 s.d 2022 dilakukan secara daring dan blanded. Tahun 2023 event ini mencoba mengulang hiruk pikuk penyelenggaraan pesta tari dengan hastag #gegaramenari tahun 2019 dengan memperluas jejaring dan relasi menyuarakan kebanggaan insan tari bersama stake holder.
Pesta pertunjukan tari masih mempertahankan gelaran tari di berbagai venue dan beberapa penari yang menari selama 24 Jam nonstop. Dari sisi kualitas pertunjukan, panitia berusaha memberikan yang terbaik kepada seluruh penonton dengan beberapa karya dikurasi oleh tim kurator.
Peserta yang telah terdaftar lebih dari 150 kelompok yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia dan 1 dari Negara Malaysia. Mereka akan dipergelarkan secara bergantian di 5 venue selama 24 Jam nonstop, mulai tanggal 29 April 2023 pukul 06.00 hingga pukul 06.00 tanggal 30 April 2023.
Agenda WDD tahun 2023 menjadi lebih special dengan menghadirkan 2 karya pada pertunjukan primetime, Garda the Musical karya Eko Supriyanto dan Pergelaran 4 Keraton turunan Kerajaan Mataram yang ada di Jawa, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran Surakarta, dan Pura
Pakualam Yogyakarta.
Pertunjukan “Garda the Musical” akan dilaksanakan pada tanggal 29 April 2023 pukul 19.30 WIB di Teater Besar ISI Surakarta. Garda adalah padanan dari garuda, seekor burung pemberani yang kemudian diangkat oleh para pendiri bangsa menjadi lambang NKRI. Garuda menurut mitos Hindu adalah kendaraan Dewa Wisnu. Burung Garuda sangat mirip dengan Elang Jawa.
Karya ini terilhami oleh kehidupan dunia burung yang ada di Nusantara. Gagasan garap karya ini adalah me-manusia-kan burung, artinya manusia tidak meniru seperti burung. Tetapi memberi nilai kepada karakter-karakter burung untuk menyuara kan kemanusiaan. Garda sebagai wujud kebijaksanaan mengelola harmonisasi alam, dengan ‘pusaka’ cahaya delima, menyingkirkan kejahatan.
Kisah ini diawali oleh tokoh ibu yang kehilangan anaknya, Jenar. Jenar (Burung Kenari), sedang melakukan perjalanan dan pencarian yang termotivasi menjadi tokoh Garda, yang pemberani, perkasa, dan bijaksana. Bermimpi mendapatkan pusaka cahaya delima dan seketika ia dapat berubah menjadi Garda.
Pusaka cahaya delima adalah sebuah idiom tentang ilmu pengetahuan. Semua orang dapat memiliki cahaya delima dengan belajar yang keras dan tekun serta memiliki keinginan kuat untuk memahami dan mengamalkan pengetahuan. Kata Delima adalah personifikasi dari lima sila dari Pancasila.
Perjalanan Jenar tidak mudah dan bahkan tertangkap oleh Bargota (Burung
Gagak) dan kemudian diselamatkan oleh Garda. Pesan yang ingin disampaikan pada pertunjukan ini adalah pusaka sejati adalah berkumpulnya ibu dan anak, masing- masing adalah pusaka itu sendiri, tidak terpisahkan oleh ego dan ambisi. Demikian pula dengan ilmu pengetahuan yang tidak dapat diperoleh secara instan tetapi harus dilakukan dengan usaha dan kerja keras.
Pertunjukan ini adalah Kerjasama a antara Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta dengan EkosDance Company Solo. Didukung oleh penari dan actor mahasiswa dari dua Fakultas, FSP dan FSRD ISI Surakarta serta diperkuat oleh 3 artis multitalenta, Dwi Sasono, Widi Mulia, dan Beyon Destiano. Pertunjukan ini disupport oleh Kemendikbudristek, ISI Surakarta, BCA, iForte, BPIP, Sepatu KANKY, Sapu Jagad Squat.
Direktur Artistik & Sutradara : Eko ‘PC’ Supriyanto
Penulis Naskah & Sutradara Drama : Hanindawan
Koreografer : Eko Supendi dan R. Danang Cahyo W
Penata Musik : Gondrong Gunarto
Penata Kostum : Agus Sunandar & Erika Dian
Penata Lampu : Alim Jeni
Produksi : Jurusan Tari ISI Surakarta bekerjasama dengan Ekosdance Company Solo