Gajah Mada dan Strategi Intelijen: Mengungkap Operasi Rahasia dalam Meredam Pemberontakan Kuti

 

Gajah Mada dikenal sebagai tokoh penting dalam sejarah Nusantara, bukan hanya karena sumpah palapa dan kiprahnya sebagai Mahapatih Majapahit, tetapi juga karena kemampuannya dalam strategi intelijen yang teruji dalam situasi genting.

Sebagai kerajaan besar dengan sistem desentralisasi, Majapahit kerap menghadapi pemberontakan dari dalam. Selain insiden pemberontakan Nambi dan Wirajaya pada tahun Saka 1238 (1316 M), muncul pula pemberontakan besar lainnya pada tahun Saka 1240–1241 (1318–1319 M) yang dipimpin oleh tokoh bernama Semi dan Kuti.

Latar Belakang Pemberontakan

Dalam Kidung Sorandaka, disebutkan bahwa Rakryan Semi, yang pernah menjabat sebagai pejabat tinggi pada masa Prabu Kertarajasa, sempat memihak Nambi. Setelah kekalahan Nambi, Semi dikabarkan berhasil lolos dan bergabung dengan Kuti dalam aksi pemberontakan berikutnya.

Menurut sumber Pararaton, pemberontakan Kuti dipicu oleh ambisi seorang Mahapatih yang ingin merebut kekuasaan sebagai patih amangku bumi. Setelah pemberontakan itu dipadamkan, terungkap bahwa Mahapatih tersebut merupakan dalang penghasutan, dan akhirnya dihukum mati.

Peran Gajah Mada dalam Krisis

Tahun 1319 M menjadi titik balik bagi Majapahit. Ketika pemberontakan Kuti mengguncang ibu kota dan Raja Jayanegara terpaksa melarikan diri, seorang pemuda bernama Gajah Mada yang saat itu menjabat sebagai bekel bhayangkara (komandan pasukan elit pengawal raja), tampil memegang kendali.

Dalam pelariannya ke Badander, Raja Jayanegara hanya didampingi 15 orang bhayangkara. Gajah Mada memimpin langsung pelarian ini. Ketika salah satu pelayan kerajaan memaksa ingin kembali ke Majapahit, Gajah Mada menaruh curiga dan akhirnya memutuskan membunuhnya karena khawatir lokasi raja akan terbongkar.

Lima hari kemudian, Gajah Mada menyusup kembali ke Majapahit untuk mengukur situasi. Ia bertemu wali kota secara diam-diam dan menyebarkan informasi palsu bahwa Raja Jayanegara telah tewas. Tujuannya: menguji loyalitas para pejabat dan masyarakat. Ternyata, reaksi mereka adalah tangisan dan penolakan terhadap kepemimpinan Kuti.

Informasi ini menjadi titik terang bagi Gajah Mada: rakyat dan pejabat masih setia kepada raja. Ia pun mengatur strategi dan menggalang dukungan untuk menumpas Kuti. Berkat kerja sama tersebut, pemberontakan berhasil dihentikan, dan Raja Jayanegara kembali bertahta.

Pengakuan dan Promosi

Atas jasanya, Gajah Mada diberi cuti dua bulan. Setelah kembali, ia tidak lagi menjabat sebagai bekel bhayangkara, tetapi diangkat menjadi Patih Kahirupan. Tak lama setelah itu, ketika Patih Daha Aria Tilam wafat, Gajah Mada dipindahkan dan ditugaskan sebagai Patih Daha.

Kejeniusan Intelijen Gajah Mada

Dari insiden ini terlihat bagaimana Gajah Mada bukan hanya seorang prajurit, tetapi juga ahli strategi dan pelaksana operasi intelijen. Langkah-langkahnya: menyamar, menyebar disinformasi terkontrol, membangun jaringan informasi, serta menggalang kekuatan di saat genting, membuktikan kejeniusannya dalam mengelola situasi krisis.

Muhammad Yamin dalam bukunya Gadjah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara (Balai Pustaka, 1953), menulis bahwa peran Gajah Mada pada masa-masa ini menjadi fondasi dari reputasinya sebagai arsitek kebesaran Majapahit.


Keterangan Gambar:
Ilustrasi modern Gajah Mada berdasarkan interpretasi seniman kontemporer dan gambar karya Muhammad Yamin. (Sumber: Wikipedia)

Sumber Berita:
Good News from Indonesia – Gadjah Mada Pernah Praktikkan Operasi Intelijen (2020)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan