Di tengah maraknya tayangan bertema mistis yang kerap menggambarkan keris sebagai benda bertuah, Ferdi Yogi—budayawan dari Pendopo Sri Manganti, Karanganyar—menawarkan perspektif yang berbeda. Ia mengajak masyarakat melihat keris sebagai warisan budaya yang sarat makna, bukan sekadar alat gaib.
Karanganyar — Ferdi Yogi, seorang penggiat budaya dari Pendopo Sri Manganti di Sawahan, Jaten, Karanganyar, menggelar diskusi budaya bertema “Membaca Keris Secara Cerdas” yang membuka mata banyak orang. Baginya, keris bukan hanya benda pusaka yang dikelilingi aura mistis, tetapi simbol budaya yang mencerminkan nilai-nilai luhur leluhur Jawa.
“Kalau kita melihat ke masa lalu, kepercayaan bahwa keris memiliki kekuatan memang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Tapi pemahaman itu sering kali disederhanakan menjadi hal-hal mistik yang irasional,” ujar Ferdi saat ditemui di Pendopo Sri Manganti.
Menurut Ferdi, di balik sebilah keris tersimpan filosofi yang dalam. Proses pembuatan keris, kata dia, tidak hanya soal teknik menempa logam, melainkan juga melibatkan laku spiritual, tirakat, dan doa-doa tertentu yang dilakukan oleh sang empu. “Empu itu bukan sekadar pandai besi. Ia juga seorang spiritualis dan filsuf,” jelasnya.
Ia mengulas bentuk keris—baik yang lurus maupun berlekuk—yang masing-masing memiliki makna simbolik tersendiri. Untuk pemula yang ingin mulai mengenal dunia perkerisan, Ferdi menyarankan empat jenis pusaka: Brojol, Tilam Upih, Tilam Sari, dan Jalak Sangu Tumpeng. “Keris dapur Brojol, misalnya, melambangkan kelahiran dan awal perjalanan hidup seseorang,” jelasnya.
Menanggapi anggapan bahwa merawat keris itu rumit dan penuh ritual, Ferdi memberikan klarifikasi. “Tidak perlu repot dengan sesajen atau kemenyan. Cukup bersihkan dengan minyak keris sebulan sekali dan simpan di tempat yang baik. Yang penting niat dan kesadarannya.”
Lebih dari sekadar benda kuno, Ferdi melihat keris sebagai identitas dan kearifan lokal yang harus dirawat oleh generasi masa kini. Ia berharap masyarakat Indonesia, khususnya kaum muda, tidak lagi takut atau terjebak pada mitos keliru seputar keris.
“Sudah saatnya kita memahami keris secara cerdas—dengan logika, budaya, dan cinta tanah air,” pungkasnya.