Kabarjoglo.com – Dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2025, sekelompok anak muda dari berbagai negara berkumpul dalam diskusi daring internasional bertajuk “Breaking the Illusion: A Global Youth Conversation Unmasking Tobacco Industry Tactics”, Kamis (30/5/2025).
Acara ini diinisiasi oleh Global Youth for Tobacco Control (Y4TC) bekerja sama dengan Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), ASEAN Youth Organization, dan Beyond Health Indonesia.
Selama satu jam, para pembicara muda dari Filipina, Indonesia, Kenya, dan Vietnam mengungkap berbagai strategi industri rokok yang menyasar generasi muda. Mulai dari desain produk yang menyerupai mainan, rasa buah dan permen, promosi di acara populer, hingga infiltrasi ke media sosial dan budaya pop.
Salah satu pembicara, Judy Delos Reyes dari Filipina, menyoroti bagaimana industri rokok mengemas produk mereka sebagai bagian dari gaya hidup kekinian.
“Di Filipina, mereka mengundang DJ dunia seperti Steve Aoki ke acara yang disponsori produsen rokok. Ini bukan sekadar promosi produk, tapi kampanye gaya hidup yang menargetkan kami, anak muda,” ujarnya.
Dari Indonesia, Nadhir Wardhana Salama dari Beyond Health Indonesia menambahkan bahwa pengaruh industri rokok tak hanya merambah gaya hidup, tetapi juga merasuk ke ruang-ruang kebijakan publik.
“Intervensi industri masih sangat tinggi. Laporan Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) mencatat skor 84. Bahkan, pasal pengendalian tembakau pernah hilang dari UU Kesehatan 2009. Ini bukti bahwa pengaruh industri sangat nyata,” kata Nadhir.
Hal serupa juga terjadi di Kenya. Elvina Majiwa mengungkap, perusahaan rokok besar seperti BAT Kenya bahkan pernah menggugat regulasi pengendalian tembakau hingga ke Mahkamah Agung. Mereka juga kerap menggunakan organisasi pihak ketiga untuk melawan regulasi kesehatan.
Sementara itu, Huong Nhài dari Vietnam menyoroti strategi diam-diam industri rokok yang menyumbang ke rumah sakit, mendanai riset penuh misinformasi, dan menciptakan organisasi bayangan demi memengaruhi kebijakan publik.
“Mereka tidak benar-benar peduli. Citra baik hanyalah alat lobi,” ucapnya. Nhài pun menyerukan agar Pasal 5.3 Konvensi FCTC diintegrasikan ke dalam strategi antikorupsi nasional.
Salah satu momen paling menyentuh datang dari peserta termuda, Jibriel (11), siswa sekolah dasar dari Indonesia.
“Saya berharap pemerintah bisa lebih melindungi saya dan teman-teman dari asap rokok, supaya kami bisa bermain di luar dengan aman,” katanya polos namun menyentuh.
Pernyataan Jibriel menjadi pengingat bahwa isu ini bukan hanya soal regulasi, tetapi soal hak anak untuk tumbuh sehat.
Ketua Indonesian Youth Council for Tactical Changes, Manik Marganamahendra, yang juga peraih Global Young Ambassador of The Year dari Campaign for Tobacco-Free Kids, menutup diskusi dengan ajakan yang menggetarkan.
“Ini bukan sekadar perlawanan terhadap industri rokok, tapi perebutan masa depan kita. Kita bukan penonton, kita tokohnya. Kita adalah Mockingjay—simbol keberanian dan harapan yang tak bisa dibungkam,” tegasnya.






