Karanganyar, Kabarjoglo.com – Dalam rangka suasana tutupan bulan suro masyarakat Desa Sepapring menggelar Kirab Budaya Sedekah Her Samirana yang merupakan sedekah doa kepada Tuhan untuk bersyukur yang ditujukan kepada keberadaan angin dan air yang telah memberikan kehidupan kepada manusia sampai saat, Kirab budaya bertempat di Desa Sepapring,Kemuning Lereng Lawu ,Kabupaten Karanganyar. pada Senin (29/8/2022) Sore.
Kirab budaya ini diinisiasi paguyuban Niki Jawa Mlligi dan Griya Budaya Kemuning bersama seluruh elemen masyarakat , pemuda – pemudi dan mahasiswa KKN dari Unisri Solo,Komunitas Pinggir Kali Sonto, beserta para pegiat budaya,
Hersamirana di artikan air dan angin, sehingga ritual merti bumi di lakukan sebagai upaya untuk mengembalikan kembali ruang udara yang bersih dengan cara menanam puluhan batang bibit pohon alpukat disepanjang pinggir aliran sungai sepapring.
‘ Melalui cara ini kami ingin generasi muda memahami pentingnya menjaga sumber alam yang ada di sekitar kita. Mengajak mereka untuk mengenal kearifan yang ada, sebagai upaya menjaga keseimbangan alam semesta’ Jelas Ririn selaku owner Griya Budaya dalam keteranganya.
Dipilihnya Dukuh Sepapring di karenakan tempat tersebut merupakan tempat pengingat kesadaran manusia tentang jati diri. Sepapring ( bambu : Deling ) sebagai simbol Ngandel lan Eling.
Ngandel, mempercayai nilai luhur yang ada dan Eling, mengingatkan kembali kesadaran manusia pentingnya menjaga keseimbangan dan kelestarian alam semesta.
Ketua panitia merti bumi Andreas Tukimin mengatakan, merti bumi diselenggarakan bertepatan pada akhir tahun baru jawa atau akhir bulan sura mapag bulan sapar. Dengan harapan masyarakat jawa senantiasa di berikan berkah kekuatan dan kemakmuran mengarungi hidup satu tahun penuh kedepan.
Ritual adat ini juga merupakan satu gerakan sedekah oksigen yang di peruntukan bagi seluruh mahkluk hidup dengan cara menjaga sumber mata air dan menanam pohon di pinggir sungai.
Merti bumi di awali iring iringan kirab dengan lantunan tembang sedekah bumi oleh Ki Lawu Warta dari pendhapa Griya Budaya Kemuning Sepapringan menuju pinggir sungai sepapring yang berjarak kurang lebih tiga ratus meter.
Sebelum di lakukan penanaman bibit pohon apukat, Ki Lawu Warta lebih dulu melantunkan kidung mantram banyu bumi sebagai sebuah bentuk harapan dan doa, agar kelak bibit bibit pohon yang di tanam dapat tumbuh subur dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Tembang Smara Dahana Sedekah Hersamirana yang di lantunkan Ki Lawu Warta menceritakan tentang ulah manusia yang merusak alam semesta dari gunung hingga lautan. Kerusakan alam semesta matahari bertambah panas, air mengandung racun, angin menyebarkan penyakit, wabah dan balak.
Untuk itu melalui tembang Smara Dahana kita di ingatkan, menjaga keselamatan demi keberlangsungan hidup bersama dengan cara memohon dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selain keutamaan doa, disampaikan juga pentingnya kita melakukan sedekah Hersamirana dengan cara menanam pohon di gunung gunung yang menjadi simbol kehidupan.
Dengan harapan seperti dalam sedekah rupa pala pendem, pala sampar dan pala gantung. Simbol kehidupan dari lahir sampai dengan cita cita dan harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk mewujudkan kedamaian dan kelestarian seluruh isi alam semesta.
Sumber : lokabali.com