LAPAAN RI Soroti Dugaan LPPM Fiktif di Sragen, BRM Kusumo: Ada Potensi Korupsi dan Kerugian Negara

Dr.Brm. Kusumo Putro SH MH usai gelar pembagian 1200 paket sembako seminggu yang lalu.(foto/ist)

Sragen – Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Negara Republik Indonesia (LAPAAN RI), BRM Kusumo Putro, menyoroti tajam kasus dugaan penggunaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) fiktif dalam seleksi perangkat desa di Kabupaten Sragen. Kusumo menilai praktik ini bukan hanya menyalahi prosedur, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Dalam keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Minggu (18/5/2025), Kusumo mengungkapkan bahwa dugaan penyalahgunaan wewenang dalam rekrutmen perangkat desa itu melibatkan beberapa kepala desa dan ketua panitia seleksi.

Bacaan Lainnya

“Kades dan ketua panitia diduga kuat telah bermanuver dalam pelolosan calon peserta. Ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang,” ujar Kusumo.

Empat desa yang disebut bekerja sama dengan lembaga abal-abal itu antara lain Desa Jati (Kecamatan Sumberlawang), Desa Klandungan (Kecamatan Ngrampal), Desa Sambungmacan (Kecamatan Sambungmacan), dan Desa Gilirejo (Kecamatan Miri).

Menurut Kusumo, LPPM fiktif tersebut mencatut nama Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam pelaksanaan uji kompetensi, sehingga menghasilkan SK pengangkatan perangkat desa yang tidak sah. Para perangkat itu bahkan sudah menerima gaji dari dana APBD.

“SK itu harus dicabut. Mereka yang diangkat melalui cara ilegal harus diberhentikan, dan seleksi ulang wajib digelar,” tegasnya.

Kusumo menjelaskan, dalam perkara korupsi terdapat tiga unsur: keterlibatan dalam kejahatan, gratifikasi atau penyalahgunaan wewenang, serta kerugian negara.

“Jika tiga unsur ini terpenuhi, maka itu termasuk korupsi murni,” katanya.

Ia juga menguraikan bahwa bentuk korupsi yang mungkin terjadi dalam kasus ini antara lain suap, penggelapan jabatan, pemerasan, dan perbuatan curang.

Dorong Penegakan Hukum Berdasarkan LHP Inspektorat

Kusumo menegaskan, rekomendasi dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Sragen harus menjadi dasar hukum untuk menindak tegas hasil seleksi tersebut.

“Tiga poin rekomendasi dari Inspektorat bukan hanya catatan administratif, melainkan perintah yang harus dijalankan. Kepala desa wajib mencabut SK yang cacat hukum tersebut,” ujar Kusumo.

Ia menambahkan, keberadaan perangkat desa hasil seleksi LPPM fiktif bukan hanya kesalahan prosedural, melainkan sudah masuk ranah pelanggaran hukum karena menimbulkan kerugian negara.

“Gaji yang mereka terima selama ini bisa dikategorikan sebagai kerugian negara karena pengangkatan mereka tidak sah,” paparnya.

Kusumo pun mendesak aparat penegak hukum segera bertindak agar kepercayaan publik tidak semakin tergerus.

“Kalau dibiarkan, publik akan makin kehilangan kepercayaan. Ini bukan soal teknis semata, tapi menyangkut integritas sistem pemerintahan dari desa hingga kabupaten,” tegasnya.

Beri Tenggat Waktu 60 Hari

Kusumo juga mengingatkan bahwa tindak lanjut atas LHP Inspektorat harus dilakukan maksimal 60 hari sejak diterbitkan. Jika tidak, kata dia, itu bisa dikategorikan sebagai pembangkangan terhadap hukum.

“Ini ada tenggat waktu. Jika tidak ditindaklanjuti dalam 60 hari, maka itu bentuk pembangkangan terhadap perintah resmi pemerintah kabupaten,” tegasnya.

Sebagai penutup, Kusumo menekankan pentingnya kehati-hatian dalam proses seleksi perangkat desa di masa depan. Ia menegaskan verifikasi terhadap LPPM sebagai mitra seleksi harus dilakukan dengan ketat.

“Ini peringatan keras bagi semua pihak. Jangan main-main dengan pelayanan publik. Seleksi perangkat desa adalah pondasi. Kalau dari awal sudah cacat, yang rusak bukan hanya sistem, tapi kepercayaan rakyat,” tandasnya.

Kusumo menegaskan bahwa LAPAAN RI bersama masyarakat akan terus mengawal dan memantau tindak lanjut atas temuan ini secara serius.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan