Membangun Kebersamaan Bersama Anak-anak Desa Karangtal Dengan Permainan Tradisional

Klaten, Kabarjoglo.com – Sudah jarang ditemui permainan tradisional yang kerap dilakukan bersama-sama oleh anak-anak sudah jarang ditemui akibat tergantikan gadget. Pendidikan penting seperti kebersamaan, kekompakan, setia kawan dan sportifitas dari permainan tradisional pun ikut terkikis karena sudah tidak dimainkan lagi. Kamis (03/03/2022).

Karena pentingnya menanamkan terus filosofi itu pada anak-anak, Pada kesempatan ini, Tri Astuti salah satu mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo yang menjalankan KKN di Desa Karangtal RT 05 / RW 02 Gunting, Wonosari, Klaten dengan melaksanakan program utama yaitu membangun kebersamaan bersama anak-anak desa karangtal dengan permainan tradisional.

Seiring berjalannya waktu, kini permainan-permainan tradisional yang dulu sering kita mainkan di masa kecil mulai terlupakan. Kini sudah terlihat jelas bahwa anak-anak sekarang banyak yang menngunakan permainan berbau teknologi, misalnya game PC, game online, play station, dan internet. Oleh karena itu, tentu saja sekarang banyak kita jumpai anak-anak yang tidak sempat mengenal permainan tradisional.

Sepur-sepuran adalah satu permainan tradisional  yang biasa dimainkan di luar rumah di sore hari dan malam hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Lebih menarik ketika dimainkan di bawah cahaya rembulan. Pemainnya biasanya sekitar 5-10 orang, bisa juga lebih, anak-anak umur 5-12 tahun (TK – SD).

Cara Bermain:

Anak-anak bergandeng memegang ‘buntut’ atau ekor, yakni anak yang berada di belakang bertumpu sambil memegang baju atau pinggang anak yang di mukanya. Seorang anak yang lebih besar, atau paling besar, bermain sebagai “induk” dan berada paling depan dalam barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup besar bermain sebagai “gerbang”, dengan saling berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. “Induk” dan “gerbang” biasanya dipilih dari anak-anak yang tangkas berbicara, karena salah satu daya tarik permainan ini adalah dalam dialog yang mereka lakukan. Barisan akan bergerak bergerak maju kemari, sebagai Ular Naga yang berjalan-jalan dan terutama mengitari “gerbang” yang berdiri di tengah-tengah sambil menyanyikan lagu. Pada saat-saat tertentu sesuai dengan lagu, Ular Naga akan melewati “gerbang”. Pada saat terakhir, ketika lagu habis, seorang anak yang berjalan paling belakang akan ‘ditangkap’ oleh “gerbang”. Setelah itu, si “induk” –dengan semua anggota barisan berderet di belakangnya– akan berdialog dan berbantah-bantahan dengan kedua “gerbang” menjelang anak yang ditangkap. Terkadang perbantahan ini berlangsung seru dan lucu, sehingga anak-anak ini saling tertawa. Sampai pada akhirnya, anak-anak yang menemukannya memilih antara dua pilihan, dan pilihannya, Permainan akan dimulai kembali. Dengan terdengarnya bernyanyi, Ular Naga kembali bergerak dan melewati gerbang, dan lalu ada lagi seorang anak yang ditangkap. Perbantahan lagi. Demikian berlangsung terus, hingga “induk” akan kehabisan anak dan permainan selesai. Atau, anak-anak bubar dipanggil pulang orang tuanya karena sudah larut malam.

Kegiatan ini diselenggarakan demi melestarikan dolanan tradisional yang sudah semakin jarang dimainkan, kegiatan ini juga memiliki manfaat untuk menambah keakraban antar anggota. Nilai luhur dolanan tradisional yang ada seperti, saling menghormati, kebersamaan, kerjasama, serta interaksi sosial. Saat ini nilai luhur seperti itu sudah semakin terkikis dengan adanya kemajuan teknologi, termasuk ponsel pintar yang sudah dimiliki oleh setiap orang. Dolanan tradisional ini juga merupakan instrumen yang strategis untuk mengalihkan orang, terhadap smartphone mereka. Bukannya malah asik sendiri, dan acuh terhadap orang lain permainan tradisonal ini mengajarkan anak-anak untuk menjaga kebersamaan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan