Pandemi Virus Corona Beri Hikmah Luar Biasa Bagi Dunia Pendidikan

Prof. Dr. Djatmika, MA Guru Besar di Bidang Analisis Wacana UNS (foto/istimewa)
Prof. Dr. Djatmika, MA Guru Besar di Bidang Analisis Wacana UNS (foto/istimewa)

Solo,Kabarjoglo.com – Pro kontra atau beda pendapat di kalangan kampus khususnya itu hal biasa, karena di dalamnya terkandung unsur atau arti dan makna yang luar biasa. Lagi pula, juga dilindungi oleh hukum yang berlaku, asalkan, atau selama tidak melebihi kapasitas peraturan yang ada.

Terkait dengan hal itu, jurnalis lintas media, Ristanto, S.Sos, M.Si selaku Pemimpin Redaksi Majalah Didik dalam minggu ini mencoba mengungkap keberlangsungan proses pendidikan melalui Daring via internet apakah bisa maksimal atas hasil yang dicapai.

Bacaan Lainnya

Puaskah siswa, murid, mahasiswa atau peserta didik atas sistem pembelajaran tersebut. Bagaimana jika dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka (face to face), akankah kedepan daring tetap dipertahankan atau tidak, setelah pagebluk Corona hengkang dari bumi pertiwi ini. Ataukah kembali lagi ke asalnya yakni tetap tatap muka, ataukah kolaborasi saja, dua duanya berjalan seiring, sekata, sehingga nantinya diperoleh hasil yang maksimal dan membanggakan.

Agar sistem pembelajaran ini bisa seiring sejalan, maka perlu pendapat dari para tokoh atau senior pendidikan, siapa dia. Salah satu dari sekian profesor di Indonesia, khususnya UNS adalah Prof.Djatmika.

Beliau katakan, pandemi COVID-19 memberikan hikmah yang luar biasa terhadap kehidupan akademik kampus. UNS yang sudah mengawali kuliah daring untuk dikombinasikan dengan kuliah tatap muka konvensional pada awalnya mengalami kegagapan, baik bagi sebagian para tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan juga pada sistem yang membackup program tersebut. Namun demikian, terjadinya pandemi memaksa semua unsur kampus harus bisa menggantikan kuliah konvensional dengan pembelajaran daring yang dengan keterpaksaan itu akhirnya semua civitas mampu mencari dan menemukan solusi demi tetap berjalannya semua kegiatan akademik dan administratif.
Hikmah kedua terjadi pada model komunikasi, khususnya antara dosen dan mahasiswa yang diakomodasi dengan berbagai jenis moda, baik itu google meet, zoom, atau moda lain.

Untuk kelas yang harus menggunakan moda WA discussion (karena pertimbangan ramah kuota bagi mahasiswa), maka untaian tuturan melalui WA chat itu malah seperti memiliki sensasi tersendiri bagi dosen dan mahasiswa. WA chatting menghilangkan sekat formalitas yang terjadi di kelas konvensional. Mahasiswa yang biasa pasif dan agak kurang PD di kelas konvensional, dengan moda ini mereka menjadi “galak” dalam berdiskusi. Kondisi itu juga terjadi dengan kelas daring dengan moda meeting.

Hikmah ketiga adalah inspirasi penelitian. Komunikasi intensif yang dilakukan secara online virtual ini ternyata bisa menjadi objek penelitian untuk skripsi, tesis, dan disertasi. Percakapan yang terjadi di setiap kelas daring dapat direkam dan menjadi korpus untuk diteliti dari berbagai aspek keilmuan.

Seorang mahasiswa S3 Linguistik sudah menemukan ide untuk melihat olah muka untuk kesantunan yang dilakukan para dosen dalam kelas-kelas daring, sementara itu seorang mahasiswa S1 Sastra Inggris mendapatkan ide untuk meneliti code choice selama pembelajaran daring bagaimanakah moda daring ini mempengaruhi perilaku sosiolinguistik para dosen dan mahasiswa di kelas. Tentu saja, ilmu lain bisa dipakai untuk meneliti fenomena sosial ini.

Pada sisi lain, seperti yang sudah diungkapkan oleh beberapa kalangan, memang meratanya kekuatan sinyal dan kekuatan kuota mahasiswa perlu dipertimbangkan. Mahasiswa yang kebetulan tinggal di lokasi tanpa sinyal akan mengalami kendala partisipasi kelas, sedangkan bagi mereka yang tinggal di lokasi bersinyal kuatpun kadang kurang kuat di supply kuota mereka.

Semoga bisa menjadi masukan untuk kebijakan yang lebih akomodatif.
Prof. Dr. Djatmika, M.A. adalah guru besar di bidang Analisis Wacana. Pak Djatmika belajar dan menekuni Linguistik di Universitas Sebelas Maret dan Macquarie University, Sydney, Australia. Saat ini, yang bersangkutan adalah dosen di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret dan Program Pascasarjana Linguistik di universitas yang sama.(ries/r)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan